Saturday, June 23, 2007

Cerpen "Cowokku Pendek Sekali"

Cerpen
Cowokku Pendek Sekali


May masih berdiri terpaku menatap punggung Ray yang perlahan menghilang dari pandangan.
“Hey!!!”, Rita, sobat akrab May yang mendadak muncul mengagetkannya.
“Ih, apa-apaan sih Ta! Bikin jantung gue nyaris copot, tau !”, kata May sewot.
“Ya maaf kalo gitu. Lagian lo apa-apaan sih bengong kayak sapi ompong.”
May yang baru menyadari kebodohannya segera menarik tangan sobatnya tersebut untuk duduk di sampingnya. “Aduh-aduh Ta, lo liat Ray gak tadi.”
“Ya liatlah. Tadi juga gue pengen nanya, ngapain tuh kunyuk nyamperin lo.”
“Itu dia Ta. Si kunyuk itu abis nembak gue!”
“Apa?! Trus…trus…???”
“Trus-trus masuk got! Apaan sih lo kayak tukang parkir deh.”
“Ih, maksud gue, lo terima ato kagak.”
“Iya, gue terima.”, kata May cuek.
“Apa!!!”, Rita teriak histeris. “Aduh May, apa kata orang-orang nanti kalo lo jalan ma si Ray. Loe liat sendiri kan kalo dia tuh lebih pendek dari lo. Udah gitu, gayanya yang songong abis kan uda lama bikin kita-kita enek. Kok bisa sih May???”
“Lo kagak tau sih, rayuan Ray itu selangit, bikin nyawa gue melayang.”
“Trus kalo lo emang suka, ngapain tadi lo kayak orang bingung.”
“Itu dia masalahnya Ta, gue kagak Pe De jalan ma cowok pendek macam dia. Gue kan jangkung. Tinggi gue 170, sedangkan dia…paling banter 165.”
“Huahahaha….”, Rita tertawa terbahak-bahak mendengar pengakuan dari May. “Lo sih kagak mikir panjang dulu. Dipuji-puji dikit, langsung luluh deh.”
May hanya terdiam menatap sobatnya yang sedang asik menertawakan kebodohannya, sedangkan pikiran dan hatinya campur aduk mengeluarkan opini.

May menelungkupkan badannya di kasur, ia membuka buku hariannya dan mulai menulis. “Rita bertanya pada gue, kenapa gue bisa menerima Ray sebagai kekasih gue. Tapi gue Cuma bisa diem, tanpa sanggup berkata-kata, karena gue pun tak tau jawabannya. Itu terjadi begitu saja. Ray menggenggam tangan gue begitu hangat, terdengar desiran dari dalam hati gue, ada getaran dalam dada.Oh Tuhan, aku mnyukainya. Ray yang tampan, tapi sayang…..”.
May menutup buku hariannya, dia tidak ingin meneruskan menulis. Ah, dia pun tak tahu apa yang akan dilakukannya bersama Ray, dan apa pula yang akan dikatakan teman-temannya tentang keputusannya untuk jalan bersama Ray.

“May, kantin yuk!”, Ray mengajak kekasihnya tersebut.
“Ayo deh, kebetulan gue laper nih.”, May menyambut uluran tangan pacarnya tersebut.
Ray dan May jalan menyusuri koridor sekolah sambil berpegangan tangan, sementara itu murid-murid lain memandang sinis kearah merka, bahkan sebagian lagi ada yang tengah menertawakan mereka berdua, May jadi risih
“Ray, lo liat gak teman-teman tadi?”, tanya May sesampainya mereka di kantin.
“Emang kenapa? Biasa kok mereka melihat gue dengan tatapan begitu.”
“Bukan cuman lo, tapi gue!!! Seakan gue ini makhluk paling menjijikkan!”
“Biasa aja lagi May, mereka iri aja melihat kita jalan bareng.”
“Idih Ray, bisa gak sih lo panikan dikit. Jadi cowok kok cuek banget. Apa gak bisa lo lebih sensi dikit.”
Tiba-tiba Ray menatap mata May, serius. “May, gue gak perduli apapun yang mereka katakan, yang gue peduliin cuman lo dan perasaan lo ke gue, karna gue sayang ma lo.”
May hanya sanggup menundukkan kepalanya mendengar perkataan Ray, karna sesungguhnya ia juga sayang pada Ray, hanya saja dia tidak sanggup mendengar sindiran teman-temannya.

May menyusuri koridor sekolah, sudah waktunya pulang ke rumah, menghilangkan kepenatan setelah seharian beraktifitas di sekolah. Namun langkahnya terhenti. Ia mendengar Rita dan teman-temannya berbisik-bisik, tampak sedang membicarakan dirinya.
“Ta, kok lo biarkan sih sobat lo tuh jadian ma si kunyuk Ray?”, tanya Ine, sobatnya yang emang terkenal suka ikut campur urusan orang.
May tertegun, ia bingung kenapa Rita mendadak bisa berteman dengan Ine en’ da genk.
“Gimana bisa gue larang, emang gue enyaknya. Lagian….biarkan ajalah, huahaha...mereka juga mau kok jadi bahan tertawaan satu sekolah.”, sahut Rita dengan entengnya.
“Iya, gue melihat mereka lucu banget. Kayak angka sebelas timpang gitu, kepotong satu.”, sambung Kikan yang terkenal paling judes di kelasnya, diringi dengan tawa teman-temannya.
May tidak menyangka Rita bisa setega itu membicarakan dirinya dengan Ine en’ da genk yang emang terkenal paling usil di sekolah. Air matanya mengalir deras, ia berlari sekencang-kencangnya, bahkan panggilan Ray tidak digubrisnya, segera masuk ke dalam mobil, untunglah Pak Maman, supirnya, sudah setia menunggunya.

May menangis sejadi-jadinya di dalam kamar. Air matanya tak bisa berhenti mengalir. Dibukanya kembali buku hariannya, rasanya sudah tak sabar ia mengeluarkan unek-uneknya kembali ke dalam buku hariannya tersebut.
“Gue malu, sungguh gue malu. Gue tak menyangka hubungan gue dan Ray bisa jadi bahan pembicaraan satu sekolah sampai sebegitunya. Gue benci, kenapa Ray bisa sependek itu dan gue bisa setinggi ini. Sebenarnya gue minder pacaran dengannya, pacaran dengan cowok pendek, yang membuat kami terlihat sperti angka sebelas timpang satu. Apa yang harus gue lakukan. Gue harus putus dari Ray, gue malu!”

Ray bingung karena sudah dua hari May menghindarinya. May jadi dingin padanya. Sebenarnya May sendiri lagi bingung. Ia tak tahu harus bagaimana, ia pengen putus dari Ray, namun sebenarnya ia juga masih sayang pada Ray.
Ray yang tidak tahan dengan perlakuan May padanya datang ke kelas May pada jam istirahat untuk mencari penjelasan. Untunglah saat itu murid-murid lain sedang tidak ada di kelas. Namun yang terjadi mereka malah bertengkar.
“May, lo kok jadi aneh gini. Lo jauhin gue tanpa alasan jelas, sekarang lo marah-marahin gue. Apa salahku, May?”
“Maaf Ray, gue tadi emosi. Gue lagi males bicara sekarang!”, May berlari keluar kelas, sementara Ray diam terpaku.
Ketika Ray mau melangkah keluar kelas, matanya tertuju pada buku harian Teddy Bear yang dengan manisnya menyembul dari balik tas warna pink milik May. Rasa penasaran membuatnya membuka buku harian tersebut. Namun sungguh tak diduga sebelumnya, buku tersebut telah memberi jawaban akan sikap May selama ini. Hati Ray sakit.
Tanpa diduga May telah balik ke kelas. May terkejut melihat buku hariannya ada di tangan Ray, wajahnya tertunduk. Ray diam, ia mengembalikan buku tersebut pada May, tatapannya dingin, kemudian pergi meninggalkan May.
May mengejar Ray, namun ternyata Ray pergi mengambil motornya pergi dari sekolah.

Keesokkan harinya. May menunggu Ray di gerbang sekolah, namun yang ditunggu tak kunjung datang.
Tiba-tiba kepala sekolah mengumumkan kepada seluruh murid SMA-nya melalui pengeras suara bahwa siswa kelas 3A yang bernama Ray Dino Saputra mengalami kecelakaan kemarin sepulang sekolah dan telah meninggal dunia.
May shock mendengar perkataan kepala sekolah. Tanpa sadar ia berteriak, “Tidaaaaaaaaaakkk!!!”

“May, bangun. Ada apa sayang?”
Mata May basah, ia mulai membuka matanya, samar dilihatnya wajah mama yang khawatir. Ternyata mimpi.
“Ada apa May?”, tanya mamanya lagi.
May yang tersadar akan pertanyaan mamanya, hanya bisa menjawab, “Tidak apa, ma. May tadi hanya mimpi buruk.”
“Ya udah, mama hanya mau panggil kamu buat makan malam tadi, tau-tau kamu lagi teriak-teriak. Makanya, lain kali jangan tidur magrib-magrib.”, kata mamanya lagi sambil berjalan keluar kamar May.
May masih shock dengan mimpinya, segera dibukanya buku hariannya, ternyata ia belum melanjutkan tulisannya tadi sebelum tidur. Syukurlah, pikirnya.

Keesokkan harinya.
“Ray, gue kangen ma lo. Semalaman gue mikirin lo.”, kata May sambil memeluk erat tubuh yayangnya tersebut begitu bertemu di gerbang sekolah.
Ray yang tidak menyangka akan antusiasme May pada dirinya hanya sanggup menjawab sambil tersenyum manis, “Gue juga sayang ma lo”
Sementara mereka berjalan bergandengan tangan dengan mesra, terdengar bisik-bisik tetangga di belakang mereka. Namun May sudah tidak perduli. Baginya, ada Ray disampingnya sudah cukup.
Rita yang iseng bertanya tentang hubungan Ray dan May tersebut hanya dijawab enteng dengan May, “Cowok gue emang pendek sekali, tapi juga mulia sekali, sayang en’ cinta sekali ma gue, begitupun gue ke dia.”, sambil berlalu menghampiri Ray yang tengah menunggunya di gerbang sekolah.
Rita dan teman-teman lain yang melihatnya hanya sanggup berkata sinis, “Romantis sekali”, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
-Selesai-

2 comments:

puji arie said...

tinggi pendek itu does't matter as long as you're in love at each other...

niez said...

Thank's a lot atas komennya Ji. Life is short, so do the best!!!